Muhammad Arsyad al-Banjari
1. Nama : Syekh Muhammad Arsyad bin
Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari (atau Dikenal : Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
4. Ulama :
Fiqih mazhab
Syafi'i yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan
Banjar), Kalimantan Selatan.
5. Kitab
karangan : Sabilal Muhtadin yang
banyak menjadi rujukan bagi banyak pemeluk agama.
6.
Riwayat
1. Masa Kecil :
Sejak kecil Muhammad Arsyad tinggal di istana Sultan Tahlilullah.
Beliau tunbuh menjadi anak yang berakhlak mulai, ramah penurut dan hormat kepada
yang lebih tua. Sultan Tahlilullah mengharapkan Muhammad Arsyad kelak menjadi
pemimpin yang alim.
2. Menikah dan menuntut ilmu di Mekkah
Setelah mencapai 30 tahun. Kemudian ia
dikawinkan Tuan Bajut. Ketika
istrinya mengandung, terlintaslah keinginan untuk menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Dengan
berat hati, akhirnya isterinya mengamini niat suci sang suami.
anak
yang pertama,. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri
tercinta.
Di
Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh pada masa itu, di antaranya adalah Syekh ‘Athaillah bin
Ahmad al-Mishry.
Setelah
lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu di Maekkah, gurunya menyarankan agar Syekh Muhammad
Arsyad pulang ke Jawi (Indonesia) untuk berdakwah.
3.
Membetulkan arah kiblat masjid
Perjalan pulangnya, Beiau singgah di Betawi. Selama di Betawi, Syekh Muhammad Arsyad diminta
menetap sebentar untuk mengajarkan ilmu agama dengan masyarakat Betawi. Salah
satu peristiwa penting selama di Betawi adalah ketika Syekh Muhammad Arsyad
membetulkan arah kiblat Masjid Jembatan Lima, Masjid Luar Batang dan Masjid
Pekojan.
Setelah
dirasa cukup, maka Syekh Muhammad Arsyad kembali berlayar menuju kampung
halaman ke Martapura, Banjar.
4. Tiba di
kampung halaman
Setelah tiba dikampung halamannya,
Beliau disambut Sultan Tahmidullah
II
Sultan Tahmidullah
II. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama yang
cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kesultanan Banjar. Aktivitas beliau
sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan
yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun masyarakat pada
umumnya.
5.
Pengajaran
dan bermasyarakat
Sekembalinya
ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka
tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kampung
yang ramai tempat menuntut ilmu agama Islam. Di samping mendidik, Beliau menulis
beberapa kitab, salah satu kitabnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan
menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar
tapi sampai ke-seluruh Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar