TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1 Definisi Daun
Waru
Klasifikasi
Tumbuhan
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Hibiscus
Jenis : Hibiscus tiliaceus
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Hibiscus
Jenis : Hibiscus tiliaceus
(
Sumber : Syamsuhidayat dan Hutapea, 1996)
Pohon
waru (Hibiscus tiliance
L) termasuk dalam suku Malcaceae.
Tumbuhan tropis berbatang sedang ini bisa tumbuh dipinggir jalan sebagai
perindang maupun didekat pesisir atau ladang. Tanaman ini bila tumbuh pada
daerah yang subur maka batangnya akan tumbuh lurus dan daunnya kecil akan
tetapi bila tumbuhnya ditanah yang tidak subur maka batangnya akan membengkok
dan percabangan serta daunnya akan melebar (Pujo Siswoyo, 2009).
“Dibanyak tempat yang bersesuaian,
termasuk di Indonesia, tanaman ini
banyak ditemukan dipantai yang tidak berawa, ditanah datar, dan
dipegunungan hingga ketinggian 1700 meter di atas permukaan laut”(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1996).
Pohon waru dapat tumbuh sampai tinggi 5-15 meter, garis tengah batang 40-50
cm, bercabang dan berwarna coklat. Bunga waru merupakan bunga
tunggal, bertaju 8-11. Panjang kelopak 2.5 cm beraturan bercangap 5. Daun
mahkota berbentuk kipas, panjang 5-7 cm, berwarna kuning dengan noda ungu pada
pangkal, bagian dalam oranye dan akhirnya berubah menjadi kemerah-merahan.
Tabung benang sari keseluruhan ditempati oleh kepala sari kuning. Bakal buah
beruang 5, tiap rumah dibagi dua oleh sekat semu, dengan banyak bakal biji.
Buah berbentuk telur berparuh pendek, panjang 3 cm, beruang 5 tidak sempurna,
membuka dengan 5 katup(Syamsuhidayat
dan Hutapea, 1996).
Daun waru merupakan daun tunggal, berangkai, berbentuk jantung,
lingkaran lebar/bulat telur, tidak berlekuk dengan diameter kurang dari 19 cm.
Daun menjari, sebagian dari tulang daun utama dengan kelenjar berbentuk celah
pada sisi bawah dan sisi pangkal. Sisi bawah daun berambut abu-abu rapat. Daun penumpu bulat
telur memanjang, panjang 2.5 cm, meninggalkan tanda bekas berbentuk cincin
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1996).
2.1.2 Kandungan Kimia Daun Waru
Tabel 2.1 Kandungan kimia daun
waru (% BK)
No
|
Komposisi Kimia
|
Jumlah
|
1
|
Abu (% BK)
|
10,79
|
2
|
Protein (% BK)
|
17,08
|
3
|
Lemak (% BK)
|
3,14
|
4
|
Serat Kasar (% BK)
|
22,77
|
5
|
Karbohidrat (% BK)
|
45,91
|
6
|
Saponin (mg/gr BK)
|
8,93
|
7
|
Total (% BK)
|
12,90
|
Sumber
: Digdyas Tirta Bimasmara Putra Nim. M0406024 (2011) Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
2.1.3
Manfaat Daun Waru
1. Sebagai makanan ternak.
2. Daun waru muda dapat dikonsumsi sebagai sayuran.
3. Obat penyubur rambut, dengan cara cuci kepala
menggunakan air remasan daun waru muda akan mendatangkan rasa sejuk serta
menambah kesuburan rambut.
4. Obat pelarut dahak yang meringankan terhadap
batuk-batuk berat serta terhadap dahak darah dengan cara merebus daun muda
dengan gula batu.
5.
Obat
minuman masuk angin dada ringan yang disertai batuk suara serak dan sukar
mengeluarkan dahak.
6.
Pengobatan TB Paru, dengan cara rebusdaun waru segar dan tambahkan air gula.
7.
Pengobatan radang usus, dengan cara makan daun waru muda
yang masih kuncup sebagai lalap.
8.
Pengobatan muntah darah, dengan cara giling daun waru segar, saring dan tambahkan air gula
secukupnya.
Sumber
:K.Heyne. (1987).Tumbuhan Berguna Indonesia III
2.1.4 Definisi Detergen
“Detergen
ialah bahan pembersih pakaian yang (spt. sabun yang tidak dibuat dari lemak
atau soda dan berupa tepung atau cairan)” (Departemen Pendidikan Nasional,
2008:321).
Deterjen merupakan salah satu bahan pencuci atau
pembersih yang mengandung zat aktif permukaan dan zat-zat aditif lainnya untuk
meningkatkan daya pencuci atau pembersihnya. Zat aktif permukaan dalam deterjen mempunyai kemampuanuntuk mengurangi
tegangan permukaan air. (Manahan,1994).
“Deterjen
umumnya mengandung bahan-bahan yang dapatdikelompokkan menjadi surface-active agenrs atau
surfaktanbuilders atau zat pembangun dan additive
substances atau bahantambahan” (Connel dan Miller, 1995).
Zat aktif permukaan dalam deterjen mempunyai
kemampuan untuk mengurangi tegangan permukaan air.Zat aktif permukaan ini
disebut juga dengan surfaktan.Dalam
deterjen komersial komposisi surfaktan
hanya 10%-30%, yang lainya adalah zat aditif
yang menambah kinerja deterjen. Zat-zat aditif tersebut contohnya adalah builder (polifosfat), penukar ion, natrium
karbonat, natrum silikat, amida penstabil busa, karboksimetilselulosa
(CMC), zat pengelantang, pelembut, enzim,
pencerah, pewangi, pelindung warna, natrium
sulfat encer, Hal ini karena secara mendasar surfaktan merupakan komponen terpenting dari suatu deterjen. Hal ini
karena secara mendasar surfaktan
adalah zat yang meningkatkan kualitas pemasahan air (wetting qualities of water) terhadap bahan yang dicuci (Manahan,
1994).
Sifat fisika dan
kimia surfaktan ditentukan oleh
struktur molekul surfaktan itu
sendiri.Surfaktan mempunyai struktur amfifilik, yaitu dua ujung bagian
molekul yang mengemban sifat berbeda.Satu bagian molekul merupakan bagian polar atau ionik yang memiliki afinitas
kuat terhadap air, sedangkan bagian satunya merupakan rangka hidrokarbon yang bersifat nonpolar dan tidak menyukai
air.Klasifikasi surfaktan didasarkan
pada jenis muatan bagian polar yang
melekat dengan rangka hidrokarbonya
atau bagian terbesar dari molekul surfaktan.Dalam
hal ini maka surfaktan dibedakan
dalam garis besar menjadi 2, yaitu surfaktan
ionik dan non ionik.Kemudian surfaktan ionik terbagi menjadi 3, yaitu
anionik, kationik, amfolitik
(Tolgyessy, 1993; Connel, 1995).
Linier Alkylbenzene Sulfonate (LAS) adalah jenis surfaktan yang umum dipakai dalam deterjen komersial dewasa ini.
Deterjen ini dibuat dengan cara menempelkan gugus alkil rantai panjang pada cicin benzena
dengan katalis Friedel-Crafts dan
alkali halida,alkena atau alcohol. Dengan sulfonasi dan netralisasi
dihasilkan surfaktan (Morrison,
1987).
“Bahan pembentuk detrejen dari kompleks fosfat,
seperti natrium tripolifosfat atautetranatriumfosfat, paling banyak
digunakan karena jauh lebih baik dari pada bahan penurun kesadahan yang biasa
digunakan untuk menghilangkan ion Ca2+
da Mg2+” (Austin, 1984).
2.1.5Bahaya Detergen
“Kadar surfaktan 1 mg/liter dapat mengakibatkan terbentuknya busa
diperairan. Meskipun tidak bersifat toksik,
keberadaan surfaktan dapat
menimbulkan rasa pada air dan dapat menurunkan absorpsi oksigen di perairan” (Effendi, 2003).
Kandungan fosfat dari deterjen yang tinggi di
sungai, dapat juga merangsang tumbuhnya gulma air. Peningkatan jumlah tanaman
air akan menyebabkan peningkatan penguraian fosfat
dan penghambatan pertukaran oksigen
dalam air, sehingga kadar oksigen
terlalut dalam air amat rendah(mikroaerofil).(Sitorus,
1997)
Walaupun sifat pencuciannya lebih
unggul, tetapi penggunaan fosfat
sebagai pembentuk deterjen semakin dikecam, karena fosfat dapat memperbesar eutrophication
air permukaan (sungai dan danau-danau), yaitu memperbesar persediaan makanan
dalam air yang menyebabkan berkembang biaknya ganggang dan tumbuh-tumbuhan
lain, sehingga menghilangkan oksigen
dalam air yang dibutuhkan bagi kehidupan ikan, dan dapat mengubah sebagian
kecil badan air menjadi rawa atau daratan. Oleh karena itu perlu dibuat
pembentuk deterjen pengganti dengan bahan tanpa fosfat (Kurzendofer dkk, 1987).
Deterjen keras(digunakan untuk
industri) berbahaya bagi ikan biarpun
konsentrasinya kecil, misalnya natrium
dodesil benzene sulfonat dapat merusak insang ikan, biarpun hanya 5 ppm.
Tanaman air juga dapat menderita jika kadar deterjen tinggi. Kemampuan fotosintetis dapat terhenti
(Sastrawijaya, 1991).
“Deterjen
dapat menghambat proses pengolahan air
dan air buangan, dapat menurunkan efisiensi tangki sedimentasi, menghambat
kerja pada grease removal” ( Schlegel,
H.G , K.Schmidt, 1995)
2.1.6 Definisi Saponin
“Saponinadalah senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada
tumbuhan tingkat tinggi. Saponinmembentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa
yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam”
(Harbrone,1996).
“Saponin merupakan
golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar,
dengan kegunaan luas” (Burger et.al,1998).
Saponin diberi nama demikian karena sifatnya
menyerupai sabun “Sapo” berarti
sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan
menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja
sebagai antimikroba. Dikenal juga
jenis saponin yaitu glikosida
triterpenoid dan glikosida struktur
steroid tertentu yang mempunyai
rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter.
Aglikonya disebut sapogenin,
diperoleh dengan hidrolisis dalam
suasana asam atau hidrolisis memakai
enzim (Robinson,1995).
2.2 Hipotesis
Daun waru(Hibiscus
Tiliance L) dapat diolah menjadi detergen ramah lingkungan dengan proses
pengolahan yang baik dan benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar