Jumat, 16 Mei 2014

LKTI BAB II Detergen Alami Dari Daun Waru (Bag.Tinjauan Pustaka)



TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1 Definisi Daun Waru

Klasifikasi Tumbuhan

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga :
Hibiscus
Jenis : Hibiscus tiliaceus
( Sumber : Syamsuhidayat dan Hutapea, 1996)

Pohon waru (Hibiscus tiliance L) termasuk dalam suku Malcaceae. Tumbuhan tropis berbatang sedang ini bisa tumbuh dipinggir jalan sebagai perindang maupun didekat pesisir atau ladang. Tanaman ini bila tumbuh pada daerah yang subur maka batangnya akan tumbuh lurus dan daunnya kecil akan tetapi bila tumbuhnya ditanah yang tidak subur maka batangnya akan membengkok dan percabangan serta daunnya akan melebar (Pujo Siswoyo, 2009).

Dibanyak tempat yang bersesuaian, termasuk di Indonesia, tanaman ini  banyak ditemukan dipantai yang tidak berawa, ditanah datar, dan dipegunungan hingga ketinggian 1700 meter di atas permukaan laut”(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1996).

Pohon waru dapat tumbuh sampai tinggi 5-15 meter, garis tengah batang 40-50 cm, bercabang dan berwarna coklat. Bunga waru merupakan bunga tunggal, bertaju 8-11. Panjang kelopak 2.5 cm beraturan bercangap 5. Daun mahkota berbentuk kipas, panjang 5-7 cm, berwarna kuning dengan noda ungu pada pangkal, bagian dalam oranye dan akhirnya berubah menjadi kemerah-merahan. Tabung benang sari keseluruhan ditempati oleh kepala sari kuning. Bakal buah beruang 5, tiap rumah dibagi dua oleh sekat semu, dengan banyak bakal biji. Buah berbentuk telur berparuh pendek, panjang 3 cm, beruang 5 tidak sempurna, membuka dengan 5 katup(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1996).

Daun waru merupakan daun tunggal, berangkai, berbentuk jantung, lingkaran lebar/bulat telur, tidak berlekuk dengan diameter kurang dari 19 cm. Daun menjari, sebagian dari tulang daun utama dengan kelenjar berbentuk celah pada sisi bawah dan sisi pangkal. Sisi bawah daun berambut abu-abu rapat. Daun penumpu bulat telur memanjang, panjang 2.5 cm, meninggalkan tanda bekas berbentuk cincin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1996).



2.1.2 Kandungan Kimia Daun Waru

Tabel 2.1 Kandungan kimia daun waru (% BK)
No
Komposisi Kimia
Jumlah
1
Abu (% BK)
10,79
2
Protein (% BK)
17,08
3
Lemak (% BK)
3,14
4
Serat Kasar (% BK)
22,77
5
Karbohidrat (% BK)
45,91
6
Saponin (mg/gr BK)
8,93
7
Total (% BK)
12,90
Sumber : Digdyas Tirta Bimasmara Putra Nim. M0406024 (2011) Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

2.1.3 Manfaat Daun Waru
1.      Sebagai makanan ternak.
2.      Daun waru muda dapat dikonsumsi sebagai sayuran.
3.      Obat penyubur rambut, dengan cara cuci kepala menggunakan air remasan daun waru muda akan mendatangkan rasa sejuk serta menambah kesuburan rambut.
4.      Obat pelarut dahak yang meringankan terhadap batuk-batuk berat serta terhadap dahak darah dengan cara merebus daun muda dengan gula batu.
5.      Obat minuman masuk angin dada ringan yang disertai batuk suara serak dan sukar mengeluarkan dahak.
6.      Pengobatan TB Paru, dengan cara rebusdaun waru segar dan tambahkan air gula.
7.      Pengobatan radang usus, dengan cara makan daun waru muda yang masih kuncup sebagai lalap.
8.      Pengobatan muntah darah, dengan cara giling daun waru segar, saring dan tambahkan air gula secukupnya.
Sumber :K.Heyne. (1987).Tumbuhan Berguna Indonesia III
2.1.4 Definisi Detergen
“Detergen ialah bahan pembersih pakaian yang (spt. sabun yang tidak dibuat dari lemak atau soda dan berupa tepung atau cairan)” (Departemen Pendidikan Nasional, 2008:321).
Deterjen merupakan salah satu bahan pencuci atau pembersih yang mengandung zat aktif permukaan dan zat-zat aditif  lainnya untuk meningkatkan daya pencuci atau pembersihnya. Zat aktif permukaan dalam deterjen mempunyai kemampuanuntuk mengurangi tegangan permukaan air. (Manahan,1994).
“Deterjen umumnya mengandung bahan-bahan yang dapatdikelompokkan menjadi surface-active agenrs atau surfaktanbuilders atau zat pembangun dan additive substances atau bahantambahan” (Connel dan Miller, 1995).
Zat aktif permukaan dalam deterjen mempunyai kemampuan untuk mengurangi tegangan permukaan air.Zat aktif permukaan ini disebut juga dengan surfaktan.Dalam deterjen komersial komposisi surfaktan hanya 10%-30%, yang lainya adalah zat aditif yang menambah kinerja deterjen. Zat-zat aditif tersebut contohnya adalah builder (polifosfat), penukar ion, natrium karbonat, natrum silikat, amida penstabil busa, karboksimetilselulosa (CMC), zat pengelantang, pelembut, enzim, pencerah, pewangi, pelindung warna, natrium sulfat encer, Hal ini karena secara mendasar surfaktan merupakan komponen terpenting dari suatu deterjen. Hal ini karena secara mendasar surfaktan adalah zat yang meningkatkan kualitas pemasahan air (wetting qualities of water) terhadap bahan yang dicuci (Manahan, 1994).
Sifat fisika dan kimia surfaktan ditentukan oleh struktur molekul surfaktan itu sendiri.Surfaktan mempunyai struktur amfifilik, yaitu dua ujung bagian molekul yang mengemban sifat berbeda.Satu bagian molekul merupakan bagian polar atau ionik yang memiliki afinitas kuat terhadap air, sedangkan bagian satunya merupakan rangka hidrokarbon yang bersifat nonpolar dan tidak menyukai air.Klasifikasi surfaktan didasarkan pada jenis muatan bagian polar yang melekat dengan rangka hidrokarbonya atau bagian terbesar dari molekul surfaktan.Dalam hal ini maka surfaktan dibedakan dalam garis besar menjadi 2, yaitu surfaktan ionik dan non ionik.Kemudian surfaktan ionik terbagi menjadi 3, yaitu anionik, kationik, amfolitik (Tolgyessy, 1993; Connel, 1995).
Linier Alkylbenzene Sulfonate (LAS) adalah jenis surfaktan yang umum dipakai dalam deterjen komersial dewasa ini. Deterjen ini dibuat dengan cara menempelkan gugus alkil rantai panjang pada cicin benzena dengan katalis Friedel-Crafts dan alkali halida,alkena atau alcohol. Dengan sulfonasi dan netralisasi dihasilkan surfaktan (Morrison, 1987).
        Bahan pembentuk detrejen dari kompleks fosfat, seperti natrium tripolifosfat atautetranatriumfosfat, paling banyak digunakan karena jauh lebih baik dari pada bahan penurun kesadahan yang biasa digunakan untuk menghilangkan ion Ca2+ da Mg2+ (Austin, 1984).
2.1.5Bahaya Detergen
Kadar surfaktan 1 mg/liter dapat mengakibatkan terbentuknya busa diperairan. Meskipun tidak bersifat toksik, keberadaan surfaktan dapat menimbulkan rasa pada air dan dapat menurunkan absorpsi oksigen di perairan (Effendi, 2003).
           
Kandungan fosfat dari deterjen yang tinggi di sungai, dapat juga merangsang tumbuhnya gulma air. Peningkatan jumlah tanaman air akan menyebabkan peningkatan penguraian fosfat dan penghambatan pertukaran oksigen dalam air, sehingga kadar oksigen terlalut dalam air amat rendah(mikroaerofil).(Sitorus, 1997)
Walaupun sifat pencuciannya  lebih unggul, tetapi penggunaan fosfat sebagai pembentuk deterjen semakin dikecam, karena fosfat dapat memperbesar eutrophication air permukaan (sungai dan danau-danau), yaitu memperbesar persediaan makanan dalam air yang menyebabkan berkembang biaknya ganggang dan tumbuh-tumbuhan lain, sehingga menghilangkan oksigen dalam air yang dibutuhkan bagi kehidupan ikan, dan dapat mengubah sebagian kecil badan air menjadi rawa atau daratan. Oleh karena itu perlu dibuat pembentuk deterjen pengganti dengan bahan tanpa fosfat (Kurzendofer dkk, 1987).
Deterjen keras(digunakan untuk industri) berbahaya bagi ikan biarpun konsentrasinya kecil, misalnya natrium dodesil benzene sulfonat dapat merusak insang ikan, biarpun hanya 5 ppm. Tanaman air juga dapat menderita jika kadar deterjen tinggi. Kemampuan fotosintetis dapat terhenti (Sastrawijaya, 1991).
      “Deterjen dapat  menghambat proses pengolahan air dan air buangan, dapat menurunkan efisiensi tangki sedimentasi, menghambat kerja pada grease removal” ( Schlegel, H.G , K.Schmidt, 1995)
2.1.6 Definisi Saponin
Saponinadalah senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponinmembentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam” (Harbrone,1996).
Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas” (Burger et.al,1998).
Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai sabun “Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim (Robinson,1995).

2.2 Hipotesis
            Daun waru(Hibiscus Tiliance L) dapat diolah menjadi detergen ramah lingkungan dengan proses pengolahan yang baik dan benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar